GOOD GOVERNANCE

Thursday, April 26, 2018

“Good Governance”: Indikator Utama Kinerja Pemerintahan
Salah satu kelemahan dalam standard penilaian kinerja pemerintahan, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya,
adalah orientasi teoritis atau paradigmatis yang masih mengarah kepada birokrasi klasik dan mengutamakan “means” (cara) dari pada “ends”(tujuan). Di masa mendatang, orientasi penilaian kinerja pemerintahan hendaknya mengikuti paradigma “reinventing government” atau “post-bureaucratic”, yang mengutamakan pengukuran kinerja pada hasil akhir atau tujuan serta visi organisasi, dan bukan pada kemampuan mendanai input dan menjalankan proses (lihat Gaebler dan Osborne, 1992). Dan pada saat ini tuntutan akan “good governance” menjadi semakin mendesak, sehingga nilai-nilai tersebut harus diakomodasikan dalam standard penilaian kinerja pemerintahan.

Salah satu pembahasan tentang “good governance” dapat ditelusuri dari tulisan J.S.Edralin (1997). “Governance” merupakan suatu terminologi yang digunakan untuk menggantikan istilah “government”, yang menunjukkan penggunaan otoritas politik, ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah kenegaraan. Istilah ini secara khusus menggambarkan perubahan peranan pemerintah dari pemberi pelayanan (provider) kepada “enabler” atau “facilitator”, dan perubahan kepemilikan yaitu dari milik negara menjadi milik rakyat. Pusat perhatian utama dari “governance” adalah Naskah No. 20, Juni-Juli 2000 5 perbaikan kinerja atau perbaikan kualitas. Istilah “good governance” dipromosikan oleh beberapa agensi multilateral dan bilateral (JICA, OECD, GTZ) sejak tahun 1991, dengan memberikan tekanan pada beberapa indikator antara lain: (1) demokrasi, desentralisasi, dan peningkatan kemampuan pemerintah; (2) hormat terhadap hak asasi manusia dan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku; (3) partisipasi rakyat; (4) effisiensi, akuntabilitas, transparansi dalam pemerintah dan administrasi publik; (5) pengurangan anggaran militer; dan (6) tata ekonomi yang berorientasi pasar.

Sementara itu, United Nations merumuskan indikator “good governance” yang meliputi: (1) kemampuan, yaitu kemampuan yang cukup untuk melaksanakan kebijakan dan fungsi-fungsi pemerintah, termasuk sistim administrasi publik yang efektif dan responsif; (2) akuntabilitas dalam kegiatan pemerintah dan transparan dalam pengambilan keputusan; (3) partisipasi dalam proses demokrasi, dengan memanfaatkan sumber informasi dari publik dan dari swasta; (4) perhatian terhadap pemerataan dan kemiskinan; dan (5) komitmen terhadap kebijakan ekonomi yang berorientasi kepada pasar.

UNDP hanya memberikan dua indikator “good governance” yaitu: (1) desentralisasi untuk meningkatkan pengambilan keputusan di tingkat lokal, dengan menekankan perbaikan nilai efisiensi, mempromosikan keadilan dalam pelayanan publik, peningkatan partisipasi di bidang ekonomi dan politik; dan (2) kerjasama antara pemerintah dengan organisasi-organisasi masyarakat. Di lain pihak, World Bank mengemukakan enam indikator antara lain: (1) akuntabilitas politik, dengan menguji tingkat penerimaan masyarakat terhadap kepemimpinan seorang eksekutif dengan menetapkan sistim pemilihan dan batas waktu menduduki jabatan; (2) bebas untuk berkumpul dan partisipasi seperti di bidang keagamaan, asosiasi profesi, relawan dan media; (3) jaminan hukum seperti kesamaan perlakuan hukum, perlindungan dari campur tangan luar, eksploitasi terhadap lingkungan; (4) akuntabilitas birokrasi, yaitu menciptakan sistim untuk memonitor dan mengontrol kinerja dalam kaitannya dengan kualitas, inefisiensi, dan pengrusakan sumberdaya, dan transparansi dalam manajemen keuangan, pengadaan, akunting, dan pengumpulan sumber dana; (5) ketersediaan, validitas, dan analisis informasi; dan (6) manajemen sektor publik yang efektif dan efisien (Edralin, 1997: 146 – 147).

Semua nilai yang dituangkan dalam rubrik “good governance” ini nampaknya bersifat nilai-nilai universal dan sejalan dengan cita-cita perjuangan bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam GBHN 1999-2004. Karena itu, nilai-nilai ini perlu dipromosi dengan harapan kualitas pemerintahan di Indonesia dapat disejajarkan dengan kualitas pemerintahan negara-negara lain yang menggunakan nilai-nilai tersebut sebagai acuan. Sebagian dari nilai-nilai tersebut telah diperhatikan oleh pemerintah R.I misalnya melalui perbaikan sistim politik yaitu dengan pemberlakuan undang-undang politik, promosi desentralisasi dan partisipasi lokal melalui undang-undang tentang otonomi daerah, perhatian yang serius terhadap hak asasi manusia (HAM), pemberian kebebasan untuk berkumpul dan berorganisasi, dan pengurangan peranan militer. Namun perhatian terhadap nilai-nilai lain masih dirasakan belum memuaskan seperti akuntabilitas birokrasi, transparansi dalam pengambilan keputusan, perlakuan hukum secara adil, dan kemampuan yang memadai dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan dan formulasi kebijakan.
Sebaiknya nilai-nilai “good governance” diatas dibahas dan ditetapkan secara formal dan eksplisit dalam rangka pengukuran kinerja pemerintahan di Indonesia. Dengan demikian, kinerja pemerintahan di masa mendatang dapat diukur dari sampai seberapa jauh lembaga dan aparat pemerintahan telah mewujudkan nilai-nilai “good governance” dan secara nyata dirasakan oleh masyarakat. Misalnya dalam kaitannya dengan kondisi di Indonesia saat ini maka nilai-nilai “good governance” yang paling penting menggambarkan kinerja pemerintahan meliputi:

1. Visi strategis: apakah pemerintahan yang ada memiliki visi yang jelas, serta misi untuk mewujudkan
visi tersebut.
2. Transparansi: apakah pemerintahan yang ada menyediakan informasi ke publik secara terbuka sehingga publik dapat mempertanyakan tentang mengapa suatu keputusan dibuat, atau apa kriteria yang digunakan, sehingga masyarakat publik dapat mengontrol, memonitor lembaga-lembaga publik berserta proses kerjanya.
3. Responsivitas: apakah pemerintahan yang ada cepat tanggap dalam melayani kepentingan dari semua stakeholders
4. Keadilan: apakah pemerintahan yang ada telah memberikan semua orang kesempatan yang sama untuk memperbaiki kesejahteraannya 5. Konsensus: apakah pemerintahan yang ada telah berperan dalam menjembatani berbagai aspirasi guna mencapai persetujuan bersama demi kepentingan masyarakat
6. Effektivitas dan effisiensi: apakah pemerintahan yang ada telah memenuhi kebutuhan dengan memanfaatan sumberdaya dengan cara yang paling baik, atau melalui manajemen sektor publik yang efisien dan efektif.
7. Akuntabilitas: para pemerintahan yang ada harus bertanggung jawab kepada publik dalam konteks kinerja lembaga dan aparatnya baik di bidang manajemen, organisasi, maupun di bidang kebijakan publik.
8. Kebebasan berkumpul dan berpartisipasi: apakah pemerintahan yang ada telah memberikan kebebasan kepada rakyatnya untuk berkumpul, berorganisasi, dan berpartisipasi secara aktif dalam menentukan masa depannya.
9. Dukungan aturan dan hukum: apakah pemerintahan yang ada telah menciptakan aturan dan hukum yang membentuk situasi dan kondisi yang aman dan tertib, serta kondusif bagi masyarakat.
10. Demokrasi: apakah pemerintahan yang ada mendorong proses demokrasi di masyarakat.
11. Kerjasama dengan organisasi-organisasi masyarakat: apakah pemerintahan yang ada telah bekerjasama atau mengikutsertakan lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat dalam memecahkan masalah dan memberikan pelayanan publik. Naskah No. 20, Juni-Juli 2000 7
12. Komitmen pada pasar: apakah pemerintahan yang ada mendorong kebijakankebijakan yang berorientasi pada pasar.
13. Komitmen pada lingkungan: apakah pemerintahan yang ada memperhatikan masalah-masalah yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan.

14. Desentralisasi: apakah pemerintahan yang ada telah mengembangkan dan memberdayakan unit-unit kelembagaan lokal agar dapat mengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan dan situasi lokal.

0 comments:

Post a Comment